Fatwa Ulama Yang Membolehkan Aksi Damai Yang Bersyarat Di Indonesia
Transkrip Ceramah
Ustadz DR. Muhammad Yusran Anshar, Lc. MA Hafizhahullah
Kita begitu hormat kepada para Ulama kita, kita tahu mereka berijtihad, mereka ketika menyampaikan menginginkan kebaikan untuk ummat, tidak menginginkan kekacauan dan sebagainya.
Tapi sekali lagi, tidak semua persoalan dengan diam dan menghindari, kadang justru dengan keterlibatan, itulah bagian untuk menjauhkan diri kita dan kaum muslimin dari fitnah.
Maka, perlu kita katakan juga, - disamping telah kita sebutkan ulama-ulama yang melarang- ada juga ulama-ulama kibar yang membolehkan diantaranya Syaikh Utsaimin rahimahullah ta'ala, memang ada versi bahwa beliau tidak membolehkan tapi yang beliau maksudkan adalah dalam konteks di Saudi dan Syaikh Abdur Rahman Nashir Al Barrak juga mirip dengan syaikh Ustaimin, tidak membolehkan di saudi, tapi ketika ditanya di negeri Bahrain dan negeri kafir serta negeri luar saudi lainnya yang membolehkan dan mengakomodir demonstrasi, beliau terheran-heran mengapa ada pemerintah yang mau membenarkan seperti itu?! Tapi ketika disampaikan bahwa pemerintah perbolehkan, beliau menjawab "jika memang bisa memberikan mashlahat dan menghentikan kemungkaran maka silahkan", sout (rekaman suara) dan naskahnya ada.
Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Jibrin rahimahullah sangat jelas, dan semua tahu keilmuan dan kewaraan beliau, maka sulit untuk mengatakan ulama kibar tidak membolehkan karena ada juga yang membolehkan.
Dan ini menunjukkan bukan persoalan akidah, dan bukan persoalan manhaj salaf yang tidak boleh berbeda, tapi ini merupakan persoalan furuiyyah dalam melihat mashlahat dan mafsadat, dalam artian tidaklah karena dia berdemo dikatakan salafi dan juga tidaklah karena dia tidak mau berdemo dikatakan salafi, maka ini persoalan ijtihad dan ulama kita telah bebeda dalam masalah ini.
Syaikh Luhaidan juga ada perkataan beliau yang menjelaskan tidak bolehnya, tapi juga ada nash yang beliau membolehkan dalam beberapa keadaan.
Syaikh Zain dudu, syaikh dari moritania jelas membolehkan.
Syaikh Muhammad bin Sulaiman al Asyqar syaikh ushul fiqh dari yordan membolehkan
Syaikh Aqil Al Maqthari salah seorang ulama dari Yaman
Syaikh Abdul Aziz Al Fauzan di Saudi
Syaikh Abdul Karim bin Yusuf al Khidr salah seorang ustadz musyarik ustadz besar di univ Al Qashim, beliau bahkan punya buku dan tulisan panjang, bahkan hampir 30 dalil bolehnya bahkan disyariatkannya.
Ada buku juga atta'bir 'anirro'yi dhowabithuhu wamajalatuhu fisy syari'ah al islamiyah karya syaikh DR Khalid bin Abdullah assyamrani juga menyinggung beberapa hal tentang masalah ini bahwa ini adalah masalah yang tergantung mashlahat dan mudharatnya.
Jadi tidak dikatakan bahwa tidak boleh secara mutlaq
Dan ingat ikhwah sekalian, bahwa ulama besar kita, ketika ditanya masalah seperti ini, bagaimana hukum pemilu, dan hukum ini, kebanyakan ketika berfatwa menjawab dengan fatwa umum, tapi ketika datang utusan-utusan dari berbagai negeri, maka mereka mengembalikan mengatakan bagaimana pendapat ulama di negeri kalian, dan itu yang kita dapatkan kebanyakan dari ulama kita, sehingga kadang kita kirim sms menunggu fatwa mereka, mereka katakan "saya tidak bisa memberikan fatwa secara mutlaq, antum lebih tahu keadaan antum, dan tanya ulama antum", maka kita tanya ulama kita, maka sekali lagi bahwa MUI itulah fatwa yang mereka keluarkan.
Maka tidak harus fatwa ulama sebagian di saudi kita terapkan dan kita katakan bahwa inilah kebenaran dan harus diterapkan di Indonesia.
Ikhwah sekalian, jangan antum lupa bahwa berapa banyak fatwa di Saudi tidak tepat di terapkan di Indonesia.
Misal fatwa tidak bolehnya wanita mengendarai mobil apalagi motor, tapi ini sesuai mashlahat di negeri tersebut.
Kalau di negeri kita tidak ada masalah, dan ulama juga membolehkan mobil, bahkan motorpun boleh.
Teringat bahwa seorang ulama besar syaikh Khalid as sabt dulu tidak setuju kalau ada akhwat yang mengendarai motor, tapi setelah beliau tiba di indonesia melihat kendaraan umum begitu ikhtilatnya dan melihat para akhwat naik motor pada waktu itu hijabnya tetap terjaga, beliau katakan "saya ubah fatwa saya bolenya akhwat mengendarai motor" yang penting jangan balap-balap, ini diingatkan para akhwat. Beliau berubah langsung fatwanya
Padahal kalau kita lihat, di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun wanita juga berkendaraan, naik kuda, naik keledai dan sebagainya tapi kenapa ulama larang di negeri mereka, karena adanya pertimbangan khusus dari mereka di negeranya yang tidak cocok di negeri kita.
Maka sekali lagi kita ingatkan perkataan ibnul Qayyim dalam i'lam al muwaqqiin dalam masalah fatwa adalah fahmul waqi' dan ma'rifatul waqi'
Maka Ulama negerilah yang paling tepat dimintai padangannya dengan tetap kita minta arahan-arahan dari Ulama kita di saudi dan lainnya.
Wallahu a'lam
Ditranskrip oleh Sayyid Syadly, Lc
Untuk syarat-syarat aksi damai bisa dilihat di surat keputusan dewan syariah wahdah islamiyah tentang hal ini
https://wahdah.or.id/keputusan-dewan-syariah-wahdah-islamiyah-terkait-demo-dan-aksi-bela-islam/